KETIMPANGAN ANTAR KAWASAN



Ketimpangan Antar Kawasan 
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Nama                   : Armando Butar-Butar
NIM            : 11230040


DEPARTEMEN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2014


Bab I Pendahuluan
A.   Latar Belakang
          Ketimpangan antar kawasan terdiri dari tiga kata dimana ketimpangan merupakan suatu keadaan yang dimana keadaan sesuatu tidak sama dengan yang lain dan terdapat hal yang membedakan atau sering disebut kesenjangan yang sering berujung ketidakadilan, sedangkan kata antar yang berasal dari kata antara menyatakan suatu perbandingan dan kata kawasan merupakan daerah administratif yang berupa desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan lain sebagainya.
            Pada negara berkembang seperti Indonesia masih banyak terdapat ketimpangan atau kesenjangan antara kawasan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti : sumber daya alam, sumber daya manusia,Iptek , pusat perekonomian hingga pusat pelayanan umum atau layanan-layanan dibidang pemerintahan. Hal ini terutama tampak antara daerah pedesaan dan perkotaan, antara Pulau Jawa dan luar Jawa, antara kawasan hinterland dan kawasan perbatasan, serta antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Banyak kemungkinan yang dapat menyebabkan hal ini mulai dari sudut budaya masyarakat setempat, kurang diberdayakannya sumber-sumber daya alam yang ada atau nilai-nilai politis dalam pengelolaannya hingga sumber daya manusia yang berpusat diperkotaan.

            Disini kita melihat banyak unsur aspek yang menunjang hal itu yang tidak mampu dilakukan oleh pemerintah atau hasil yang diambil dari suatu daerah tidak dapat dinikmati lebih banyak oleh daerah yang menjadi sumbernya tersebut. Padahal ada daerah yang telah yang telah kelola sumber-sumber yang ada tetapi daerah terbelakang dalam kemajuan.

B.     Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah disini bahwa kita akan melihat apa saja fenomena-fenomena yang menjadi penyebab terjadinya ketimpangan antar kawasan atau lebih tepat antar daerah administratif kabupaten/kota hingga provinsi.

C.     Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini dengan mencari tahu apa yang menjadi penyebab dari ketimpangan antar kawasan.









BAB II
PEMBAHASAN

Berbagai masalah ketimpangan yang terjadi yang dimotori oleh ketidakmerataan pembangunan ekonomi yang berdampak terhadap berbagai sektor kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari perbedaan tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antarwilayah. Data BPS tahun 2008 menunjukkan bahwa gambaran kemiskinan antarpulau terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Pulau Bali, yaitu sebanyak 20,2 juta jiwa dan berikutnya di Pulau Sumatera sebanyak 7,3 juta jiwa. Namun, secara persentase, angka kemiskinan di DKI Jakarta menunjukkan angka yang paling kecil, yaitu hanya sekitar 4,3 persen, sedangkan angka persentase kemiskinan di Papua mencapai persentase terbesar, yaitu sekitar 37,1 persen. Ketimpangan pelayanan sosial dasar yang tersedia, seperti pendidikan, kesehatan, dan air bersih juga terjadi antarwilayah. Pada tahun 2006 penduduk di Jakarta rata-rata bersekolah selama 10,8 tahun (tertinggi), sedangkan penduduk di Nusa Tenggara Timur ratarata hanya bersekolah selama 6,4 tahun (terendah). Berdasarkan statistik potensi desa pada tahun 2006, terdapat desa-desa di empat wilayah yang sulit mengakses fasilitas kesehatan, yaitu: WilayahNusa Tenggara, Wilayah Kalimantan, Wilayah Maluku, dan Wilayah Papua. Sementara itu, Wilayah Sumatera, Wilayah Jawa-Bali, dan Wilayah Sulawesi, cukup dapat mengakses fasilitas kesehatan baik rumah sakit, rumah sakit bersalin, poliklinik, dan puskesmas hingga fasilitas yang lainnya.

            Padahal dapat kita ketahui bahwa kepadatan penduduk antar provinsi memiliki angka yang besar berada diprovinsi DKI jakarta dibanding provinsi diluarnya dalam lingkup pulau jawa dan bali yang nota bene pelayanan yang terpusat dijakarta.

Data BPS tahun 2007 mengenai penguasaan pendapatan domestik regional bruto (PDRB) seluruh provinsi dengan migas dan laju pertumbuhan ekonomi antarprovinsi menunjukkan bahwa dominasi provinsi di Jawa dan Bali sebagai pusat perekonomian menguasai sekitar 60,20 persen dari seluruh PDRB, sedangkan provinsi di Sumatera menguasai sekitar 22,98 persen, provinsi di Kalimantan menguasai 9,13 persen, Sulawesi menguasai 4,09 persen, dan provinsi di Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua hanya 3,61 persen. Sementara itu, laju pertumbuhan ekonomi provinsi di Jawa dan Bali pada tahun 2007 sebesar 6,17 persen, provinsi di Sumatera sebesar 4,96 persen, provinsi di Kalimantan 3,14 persen, provinsi di Sulawesi sebesar 6,88 persen, provinsi di Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua sebesar 5,04 persen. Kecenderungan persebaran penguasaan PDRB dan laju pertumbuhan yang tidak sama akan menyebabkan semakin timpangnya pembangunan antarwilayah. Hal ini tampak ketimpangan yang dipengaruh sektor ekonomi masyarakat yang sangat signifikan terhadap pembangunan.

Dari data diatas, pemerintah harus dapat bersikap adil dan jujur pada pembangunan yang harus mengesampingkan kekuatan politik antar elit golongan hingga minat-minatnya untuk korupsi anggaran pembangunan. Alangkah indahnya apabila setiap daerah mampu mewujudkan pembangunan yang totalitas memberdayakan segala kemampuan daerah dan menggerakan partisipasi  masyarakat yang sangat mementingkan sektor ekonomi, iptek dan kesehatan. Misalnya program pembangunan ekonomi yang pencapaian sasaran terwujudnya percepatan pembangunan di wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis, wilayah tertinggal, termasuk wilayah perbatasan dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’ yang terintegrasi dan sinergis adalah sebagai berikut.
1.      Kawasan Ekonomi Khusus. Kawasan ini dibangun dengan tujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui ekspor 26 – 3 produk industri khusus dan liberalisasi perdagangan. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala yang cukup besar, yaitu :

a.       belum selesainya peraturan perundangan KEK menyebabkan tidak adanya payung kebijakan sebagai dasar untuk memastikan langkah operasionalisasi KEK
b.      belum siapnya kelembagaan manajemen pengelolaan kawasan baik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal;
c.       belum jelasnya komitmen daerah terkait;
d.      kekhawatiran dari banyak kalangan bahwa KEK bersifat enclave atau kurang bekerja sama dengan pelaku usaha lokal;
e.       kurang tersinkronisasi dan terkoordinasinya berbagai kebijakan dan regulasi pemerintah pusat dan daerah dalam mempermudah investor untuk berinvestasi di KEK;
f.       pembagian peran yang belum jelas antara pemerintah pusat dan daerah;
g.      sarana dan prasarana penunjang KEK di beberapa calon lokasi seperti Batam yang belum memenuhi kriteria sebagai kawasan khusus; fasilitas tersebut seperti pelabuhan, akses jalan penghubung antara hulu-hilir,kebocoran fasilitas kemudahan yang diberikan pemerintah karena tidak jelasnya batas enclave.

2.      Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Kawasan ini merupakan kawasan pelabuhan bebas yang diintegrasikan sebagai fungsi perdagangan dan industri, penerapan kawasan ini masih dihadapkan pada permasalahan, yaitu :
a.       belum berkembangnya kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas free trade zone (FTZ) seperti Sabang sebagai wilayah strategis nasional;
b.      belum jelasnya kesiapan kelembagaan pengelola kawasan (Badan Pengusahaan);
c.       kurang terkoordinasinya kebijakan pusat dan daerah baik dalam perencanaan maupun implementasi program walaupun di era pemerintahan yang baru ini akan banyak pelabuhan yang akan diberdayakan pemerintah pusat melalui program poros maritimnya dan melalui kementerian yang telah dibentuk secara khusus dan pembangunan akan pelabuhan-pelabuhan baru;
d.      kurang memadainya SDM dan kelembagaan pengelola;
e.       belum jelasnya pembagian kewenangan pusat dan daerah;
f.       masih terbatasnya pengembangan infrastruktur dan koordinasi program pemerintah daerah dengan pengelola kawasan terutama di Sabang.


3.      Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET). Kawasan ini merupakan kawasan yang ditujukan untuk menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru Indonesia, hingga saat ini masih dihadapkan pada permasalahan besar, yaitu sebagai berikut :
a.       KAPET masih dipahami oleh para unsur pemerintah daerah sebagai proyek dan belum sebagai mainstream pengembangan ekonomi wilayah yang didukung bersama;
b.      Badan pengembangan KAPET di pusat belum memberikan arah kebijakan yang jelas bagaimana mengembangkan KAPET di tingkat lokal;
c.       Dokumen perencanaan yang digunakan sebagai acuan tidak konsisten dalam menggerakkan sektor terkait dalam Musrenbang untuk mendukung pengembangan KAPET;
d.      Kewenangan kelembagaan badan pengelola belum jelas. Keorganisasiannya pun masih bersifat ad hoc sehingga berdampak pada lemahnya fasilitas dan pembinaan sumber daya manusia pemerintah daerah dalam pengembangan dan pengelolaan produk unggulan, serta koordinasi antarsektor dan antarwilayah di 13 lokasi KAPET; 26 – 5
e.       Komitmen pemerintah (pusat dan daerah) dalam memberikan dukungan pengadaan infrastruktur sangat kurang;
f.       Insentif fiskal dalam PP 147/2000 tidak menarik bagi dunia usaha karena KAPET belum diberikan privillage khusus. Selain itu, insentif nonfiskal seperti prosedur perizinan investasi di daerah belum disederhanakan dan SDM pengelola di daerah belum diisi oleh tenaga yang profesional;
g.      KAPET belum menjadi penggerak pengembangan kawasan sekitarnya.

4.      Kerjasama Subekonomi Regional. Peran sektor swasta yang diharapkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ternyata kurang optimal untuk menambah produksi sesuai dengan permintaan pasar luar negeri. Hal ini terjadi karena
a.      kurang efektifnya koordinasi antar pihak terkait;
b.      kurangnya komunikasi yang baik dalam pembahasan usulan program/proyek;
c.       kurangnya fokus wilayah KESR dan kurangnya ketersediaan infrastruktur pendukung yang memadai;
d.      belum terintegrasinya pelaku usaha skala UKM di Indonesia dalam satu mata rantai pertambahan nilai dengan industri skala besar.

Sementara itu, permasalahan yang masih dihadapi dalam administrasi pembangunan perkotaan dan upaya pengembangan keterkaitan pembangunan kota-desa adalah belum adanya pedoman yang mengatur jenis pelayanan perkotaan terhadap desa dan sebaliknya, minimal yang harus disediakan untuk terlaksananya fungsi dan peran kawasan perkotaan, yang dapat dijadikan acuan bagi pemerintah daerah dalam membangun kawasan perkotaan dan adanya saling ketergantungan antara perkotaan dengan desa yang bersifat simbiosis mutualisme. Jadi dengan begitu kedua dapat maju bersama baik dalam ekonomi, iptek dan kesehatan.

Dilihat dari perbandingan antar PDRB antar daerah(provinsi) yang dikemukakan oleh Badan Pusat Statistik pusat pada tahun 2008, yaitu:
Peringkat
Provinsi
PDRB (ribu rupiah)
21.678
1
101.858
2
74.065
3
53.264
4
40.746
5
26.615
6
19.350
7
18.725
8
17.124
9
17.084
10
16.757
11
16.403
12
15.725
13
14.955
14
14.723
15
14.226
16
14.199
17
13.206
18
12.757
19
12.610
20
11.540
21
11.394
22
11.184
23
10.985
24
10.909
25
10.686
26
10.078
27
8.799
28
8.080
29
7.535
30
6.068
31
4.769
32
4.747
33
4.019


Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa Provinsi Kaltim mampu secara ekonomi dengan sumbangan PDRB terbesar dibagian pertambangan. Sedangkan diurutan kedua terdapat ibu kota Provinsi DKI Jakarta yang mana sumber terbesar PDRBnya dari industri yang mana kita kenal juga Jakarta menjadi pusat industri atau pabrik-pabrik besar, dan urutan ketiga terdapat provinsi Riau dengan sumbangan terbesar PDRBnya yaitu dari perkebunan. Dari daerah ketiga tersebut tiga begitu banyak sumber pendapatan daerah dari sudut pariwisata ataupun budaya yang mana kita dimata asing kita memiliki cukup dunia pariwisata yang memukau tetapi yang menjadi halangan yaitu kurang tertatanya dunia pariwisata negara kita. Tetapi mengenai SDM semua provinsi di Indonesia mengakui bahwa SDM yang handal berlimpah di ibu kota kita.

Wawasan daerah mengenai pembangunan

Wawasan daerah mengenai pembangunan tidak lepas dari ideologi daerah, budaya atau yang sering kita dengar dengan local genius,  SDM, geografi, dan sosial politik. Walaupun masih banyak pengaruh-pengaruh penjajah tetap momok pembangunan yang mana kita negara kepulauan. Misalnya bangunan pemerintahan yang mana masih bangunan bekas penjajah.
Era otonomi daerah dewasa ini makin menimbulkan keegoisan elit politik mengenai pembangunan yang membuat adanya sendi keegoisan sektoral. Memang kearifan lokal atau local genius dapat ditegakkan tetapi tidak menutup kehidupan orang pendatang yang susah berkembang. Misalnya daerah yang basis syariat islam, mayoritas melayu dan lain sebagianya hingga tanah papua. Hal ini memang menjadikan daerah yang beragam seni, rupa atau budaya daerah tersebut. Tetapi yang harus diingat bahwa wawasan itu harus menciptakan adanya kesatuan nasional yang mana memiliki kesatuan ekonomi, budaya, sosial dan lain sebagainya dan bermanfaat memperkuat rasa nasionalisme kita yang beragam namun satu jua.
Bila diperhatikan lebih jauh kepulauan Indonesia yang duapertiga wilayahnya adalah laut membentang ke utara dengan pusatnya di pulau Jawa membentuk gambaran kipas. Sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia dituangkan dalam salah satu doktrin nasional yang disebut Wawasan Nusantara dan politik luar negeri bebas aktif. , sedangkan geostrategi Indonesia diwujudkan melalui konsep Ketahanan Nasional yang bertumbuh pada perwujudan kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Dengan mengacu pada kondisi geografi bercirikan maritim, maka diperlukan strategi besar (grand strategy) maritim sejalan dengan doktrin pertahanan defensif aktif dan fakta bahwa bagian terluar wilayah yang harus dipertahankan adalah laut. Implementasi dari strategi maritim adalah mewujudkan kekuatan maritim (maritime power) yang dapat menjamin kedaulatan dan integritas wilayah dari berbagai ancaman.
Dalam konsep otonomi daerah, alangkah baiknya pembangunan terus digembor-gemborkan melalaui pendidikan dan lainnya setiap daerah guna memajukan daerah tersebut yang akan menunjang setiap aspek dalam PDRB daerah dan memiliki ketahanan ditiap daerah.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpuilan

Pembangunan daerah adalah suatu tujuan dari otonomi daerah yang mana dapat menciptakan daerah yang mandiri dan maju serta memiliki ketahanan yang cukup signifikan. Dimana adanya peningkatan atas sumber-sumber daya dan program-program yang ada yang ada disuatu daerah yang menonjok kemajuan hidup masyarakat. Namun pemerintah pusat dapat menciptakan pembangunan yang adil dan makmur dimana dalam cita-cita pemerintahan yang baru saat ini dapat meminimalisasikan ketimpangan antar daerah dengan tol laut dan program lain sebagainya.

B.     Saran
Dengan otonomi saat ini pembangunan adalah proritas setiap daerah yang dapat menjadikan daerah yang lebih maju. Dengan demikian, para pejabat dan elit politik yang berada didaerah agar dapat menyingkirkan keegoisan yang ada demi kemajuan daerah dan nasional serta kemajuan bersama.




























DAFTAR PUSTAKA


Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia Oktober 2009" (PDF) (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Badan Pusat Statistik. hlm. 134

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Anggaran Sebagai Peralatan Manajemen