Pengaruh Budaya Politik
Terhadap Partisipasi Pemilih Pemula
( Studi Kasus pada SMA Swasta
Katolik Tri Sakti Medan )
Oleh :
Nama : Armando
NPM : 11230040
Tema : Politik

Program Studi Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik
Universitas HKBP Nommensen
Medan
2013
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis
hantarkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan pertolongan-nya sehingga
peneliti dapat menyelesaikan penulisan hasil penelitian ini dengan baik dan
seperti yang diharapkan.
Adapun judul penelitian ini
adalah “Pengaruh Budaya Politik Terhadap Partisipasi Pemilih Pemula Pada Pemilu
2014 diKota Medan”. Penyusunan penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah
satu syarat agar mencapai nilai yang baik dan lulus dalam mata kuliah Metode
Penelitian Administrasi Negara (MPAN) di semester ganjil (5) di Jurusan
Administrasi Negara di Universitas HKBP Nomensen.
Peneliti menyadari bahwa penelitian
ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu peneliti sangat mengharapkan saran
dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan penelitian ini. Peneliti bahwa ini
semua bukan semata-mata karena usaha dan kemampuan peneliti sendiri, melainkan
karena dari dorongan orang-orang yang begitu mencintai peneliti. Dalam menyusun
penelitian ini, peneliti banyak menemukan hambatan. Namun karena dukungan dari
berbagai pihak akhirnya peneliti dapat menyelesaikannya. Untuk itu dengan
segala kerendahan dan ketulusan pada kesempatan ini peneliti mengucapkan banyak
terima kasih kepada:
1. Bapak
Drs. Charles M. Sianturi, MSBA selaku Dekan
2. Ibu
Vera Pasaribu, S. Sos, MSP, selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, saran dan arahan kepada penulis selama penyusunan penelitian ini.
3. SMA
Katolik Tri Sakti Medan, terutama kepada bapak kepala sekolah yang telah
senantiasa membantu dan memberi kesempatan untuk melakukan penelitian disekolah
tersebut beserta jajaran staff dan para dewan guru.
4. Orang
tua tercinta Ayahanda M. Butar-butar, SE dan Ibu A.R. Siagian yang telah
bersusah payah membesarkan dan tidak lupa memberikan motivasi, semangat,
nasehat, dan doa sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini.
5. Seluruh
keluaga dan teman-teman Jurusan Administrasi Negara yang telah memberikan
motivasi, semangat, dukungan dan doa.
Akhir kata dengan kerendahan
hati peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua
yang memerlukannya.
Medan,
Desember 2013
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Didalam mengisi keseharian berbangsa
dan bernegara sangat didominasi oleh partisipasi masyarakat, terutama kalangan
muda ( Pemilih Pemula ). Partisipasi merupakan kegiatan keikutsertaan yang
mengundang respon masyarakat baik dalam berbangsa dan bernegara. Sedangkan,
pemilih pemula adalah mereka yang memiliki rentang usia 17 – 21 tahun atau dalm
kategori pelajar, mahasiswa, dan pekerja muda serta mereka yang belum pernah
menggunakan hak pilihnya tetapi masih dalam kategori usia diatas tersebut.
Jadi, Partisipasi Pemilih Pemula merupakan kegiatan keikutsertaan pelajar,
mahasiswa, pekerja muda dalam politik atau pemilihan umum ( Pemilu ).
Jumlah pemilih pemula secara
nasional berjumlah kurang lebih 40% dari jumlah penduduk Indonesia yang sekitar
246,9 juta jiwa ( Bank Dunia ) pada tahun 2012. Sedangkan populasi pemilih
pemula dikota Medan mencapai 30% - 40% dari total 10.295.013 pada Pemilihan
Gubernur Sumatera Utara ( Pilgubsu ) 2013 lalu. Lalu angka ini mendatangkan
perhatian para elite-elite politik karena populasinya yang sangat besar dan
kebanyakan kalangan ini memilih golput ( Golongan Putih ) karena kurangnya
pengetahuan tentang ranah politik. Hal ini pun dianggap penting diperbaiki
mengingat banyaknya sumber daya yang tersia-siakan oleh KPU ( Komisi Pemilahan
Umum ) bahkan partai politik sendiri.
Dimana kalangan pemilih pemula yang
masih tergolong pelajar, mahasiswa, atau pekerja muda, yang berkarakteristik
masih labil dan apatis, pengetahuan tentang politik yang minim, membuat
keluarga dan teman sebaya( Peer Group ) yang memiliki pengaruh secara emosional
dalam menentukan pilihannya atau sering dikatakan hanya ikut-ikutan dimana
mungkin orang tua atau teman lebih yang lebih mengetahui tentang dunia politik
dan sebagainya.
Keterbatasan pengetahuan atau
wawasan pemilih pemula dalm pemilu tidak terlepas dari buday politik. Didalam
pemilu sangat dibutuhkan budaya politik karena menurut Gabriel Almond terdapat
tiga klasifikasi budaya politik diIndonesia.
·
Budaya politik Parokial ( Parochial
Political Culture ), yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang
disebabkan faktor kognitif ( misalnya tingkat pendidikan yang masih rendah ). Ini
adalah budaya politik yang banyak menyumbang pada kurangnya partisaipasi politik
pemilih pemula, karena sebahagian besar mereka masih memiliki pendidikan yang
masih rendah.
·
Budaya politik kaula, yaitu msyarakat
berasangkutan sudah relatif maju ( baik sosial maupun ekonominya ) tetapi masih
relatif pasif.
·
Budaya politik Partisipan, yaitu budaya
politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi.
Jadi
atmosfir politik Indonesia berada pada budaya politik parokial yang membuat
pemilih pemula enggan untuk memilih ( Pemilih yang mengetahui keadaan politik )
dan lebih memanfaatkan hari demokratis tersebut untuk hal-hal berlibur atau
lain sebagainya. Hal ini adalah bagian dari
political empowerment bagi warga negara terutama perilaku pemilih pemula
dan karena melihat potensi suara pemilih pemula yang besar pada pemilu 2014.
Untuk mengetahui bagaimana
pertisipasi politik pemilih pemula dalam pemilihan umum tahun 2014 maka perlu
diadakan penelitian terhadap hal tersebut, adapun penelitian akan dilaksanakan
di SMA Swasta Katolik Tri Sakti Medan.
1.2.Rumusan
Masalah
Rumusan masalah merupakan pertanyaan
yang akan dicarikan jawaban melalui pengumpulan data. Berdasarkan diatas, maka
peneliti :
·
Bagaimana budaya politik dalam kehidupan
politik pemilih pemula?
·
Bagaimana pengaruh budaya politik dalam
partisipasi pemilih pemula?
·
Bagaimana usaha stakeholder (KPU,
PARPOL, serta orang tua) dalam memberikan pendidikan politik bagi pemilih
pemula.
1.3.Tujuan
Peneliti
Adapun tujuan dari penelitian ini
adalahb sebagai berikut :
·
Untuk mengetahui bagaimana budaya
politik dalam kehidupan politik pemilih pemula,
·
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh
budaya politik dalam partisipasi pemilih pemula,
·
Untuk mengetahui bagaimana usaha
stakeholder (KPU, PARPOL, serta orang tua) dalam memberikan pendidikan politik
bagi pemilih pemula.
1.4.Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Bagi
Lokasi Penelitian
Semoga dari hasil penelitian dapat
bermaanfaat bagi tempat penelitian ini dilakukan ( SMA Katolik Tri Sakti Medan
) agar kepala sekolah, dewan guru, dewan staf, serta hingga dikalangan orang
tua anak didik agar dapat aktif dalam mengapresiasikan dan mensosialisasikan
nilai-nilai politik hingga demokrasi demi keaktifan partisipasi pemilih pemula
dalam pemilu.
2. Bagi
Masyarakat
Semoga dari hasil penelitian ini dapat
bermanfaat bagi masyarakat (Pemilih Pemula) dalam mengkritisi politik
masyarakat serta menentukan pilihan.
3. Bagi
Peneliti
Semoga dengan penelitian ini dapat lebih
bermanfaat bagi peneliti guna menjadi pemilih yang bijaksana dan kritis dalam
menentukan pilihan.
1.5.Landasan
Teori
Setiap penelitian selalu menggunakan
teori karena merupakan pisau analisis dari sebuah penelitian agar mencari
permasalahan-permasalahan yang ada. Maka terkait dengan pengertian tersebut,
peneliti membuat landasan teori berupa :
1. Teori
Budaya
Kebudayaan Indonesia walau beraneka
ragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar
lainnya seperti kebudayaan Eropa, Tionghoa, India, Arab, dan lain sebagainya.
Pada awalnya, konsep kebudayaan yang benar-benar jelas yang pertama kalinya
diperkenalkan oleh Sir Edward Barnet Taylor, seorang ahli antropologi Inggris
pada tahun 1871 yang mendefinisikan kebudayaan sebagai kompleks keseluruhan
yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, kebiasaan, dan
lain-lain.
Menurut Atmadja, teori kebudayaan adalah
kebudayaan yang timbul sebagai salah satu usaha budi daya rakyat Indonesia
seluruhnya, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju kearah
kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari
kebudayaan asing yang dapat mengembangkan kebudayaan itu sendiri. Maka dari
unsur kebudayan ( pengetahuan, kepercayaan, kebiasaan, dan lain-lain )
menyinggung dunia politik yang mendarah daging pada kaidah turun temurun.
2. Teori
Politik
Konsep politik lahir dalam pemikiran (
mind ) manusian dan bersifat abstrak mengenai beberapa fenomena yang disebut
sebagai teori. Berdasarkan pengertiannya, teori politik dapat dikatakan sebagai
bahasan dan generalisasi dari fenomena yang bersifat politik. Menurut Thomas P.
Jenkin dalam Studi of political theory, teori politik dibedakan menjadi dua,
yaitu :
·
Norms for political behavior, yaitu
teori yang mempunyai dasar moral dan norma-norma politik. Teori ini dinamakan
valuational (mengandung nilai).
·
Teori-teori politik yang menggambarkan
dan membahas fenomena dan fakta-fakta politik yang tidak mempersoalkan
norma-norma atau nilai (Non Valuational), atau dapat dipakai istilah “value
fee” (bebas nilai). Biasanya bersifat deskriptif dan berusaha membahas
fakta-fakta politik sedemikian rupa sehingga dapat sistematis dan disimpulkan
dalam generalisasi.
3. Teori
Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan dan
aktivitas organisme yang bersangkutan, baik aktivitas yang dapat diamati atau
yang tidak dapat diamati oleh orang lain. Manusia berperilaku atau beraktivitas
karena adanya kebutuhan untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Benyamin Bloom
(1908), ada tiga tingkat perilaku, yaitu :
·
Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil
penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melaluiu indera
yang dimiliki.
·
Sikap (Attitude) adalah respon tertutup
seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor
pendapat dan emosi yang bersangkutan.
·
Tindakan dan praktek terpimpin adalah
melakukan panduan sedangkan praktek secara mekanisme adalah melakukan sesuatu
hal secara otomatis.
Dari
realitas budaya politik yang berkembang didalam masyarakat, Gabriel Almond
mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut :
1. Budaya
politik parokial (Parocial political culture), yaitu tingkat partisipasi
politik masyarakat sangat rendah, yang disebabkan faktor kognitif (misalnya
tingkat pendidikan rendah). Ini adalah budaya politik yang banyak menyumbang
pada kurangnya partisipasi politik pemilih pemula karena sebahagian mereka
memiliki pendidikan yang masih relatif rendah.
2. Budaya
politik kaula, yaitu masyarakat bersangkutan sudah relatif maju (baik pendidikan,
sosial maupun ekonominya) tetapi masih relatif pasif.
3. Budaya
politik partisipan, yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik
yang sangat tinggi karena ditopang nilai pendidikan, sosila, ekonomi dan lain
sebagainya yang sudah baik.
Maka
budaya politik parokial dan kaula masih cenderung timbul dan berdampak pada
dunia perpolitikan negara kita yang
dialami hampir semua pemilih pemula.
Dalam
kehidupan politik pada kenyataanya terdapat dua tingkat orientasi politik,
yaitu tingkat individu dan tingkat masyarakat. Orientasi individu terdapat sistem
politik dapat dilihat dari tiga komponen, yaitu :
1. Orientasi
kognitif : suatu orientasi yang meliputi berbagai pengetahuan dan keyakinan
tentang sistem politik. Hal ini berkaitan dengan aspek pengetahuan seseorang (
Pemilih Pemula ) mengenai jalannya sistem politik. Jadi pengetahuan Pemilih
Pemula masih cenderung memilih tentang sistem politik dan perpolitikan yang
menjadi suatu ulasan tertentu.
2. Orintasi
afektif : suatu orientasi yang menunjuk kepada aspek perasaan atau ikatan
emosional seseorang individu terhadap sistem politik.
3. Orientasi
evakuatif : suatu orientasi yang berkaitan dengan penilaian moral seseorang
terhadap sistem politik, selain itu juga menunjukan pada komitmen terhadap
nilai-nilai dan pertimbangan-pertimbangan politik. Jadi disini Pemilih Pemula
mulai menilai sesuai pengetahuannya tentang politik yang mengakibatkan mereka
menyampaikan sesuatu dan mempedomaninnya.
Maka
agar budaya politik dapat menunjang keaktifan pemilih pemula perlu penerapan
budaya politik partisipan. Dimana ( menurut S.Yudo Husodo ) perlu diwujudkan
beberapa hal, yaitu :
1. Mengembangkan
budaya keterbukaaan
2. Mengembangkan
budaya mengajukan pendapat
3. Mengembangkan
budaya pengambilan keputusan secara terbuka dan demokratis yang lebih baik
lagi.
4. Membiasakan
proses rekrutmen kader secara transparan berdasarkan kualitas yang tolak
ukurnya diketahui secara jelas.
Dan
juga keberadaan pemilih pemula perlu mengambil sikap dan langkah-langkah yang
positif dan konstruktif dalam penyelenggaraan pemilu, yaitu :
1. Aktif
tanpa kekerasan dalam pemilu, menghindarkan kekerasan dan anarkisme massa dan
menciptakan pemilu yang demokratis.
2. Pemilu
sebagai gerakan anti-korupsi, pemilih pemula harus aktif dan selektif untuk
menghindari wakil-wakil rakyat KKN.
3. Anti
money-polities.
4. Tidak
mudah dieksploitasi.
5. Tidak
apatis.
Karena
jumlah pemilih pemula yang signifikan pemilih pemula harus dapat menggunakan hati nurani dan
pikiran dalam melakukan pilihan.
1.6.
|
Kerangka
Berpikir
![]() |
|





![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
|
1.7.Defenisi
Konsep
1.7.1. Budaya
Politik
Merupakan pola perilaku suatu masyarakat
dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan ada negara, politik pemerintahan,
hukum, adat-istiadat dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota
masyarakat setiap hari.
1.7.2. Pertisipasi
Merupakan kegiatan keikutsertaan yang
mengandung respon masyarakat, baik berbangsa dan bernegara.
1.7.3. Pemilih
Pemula
Adalah mereka yang memiliki rentang usia
antara 17-21 tahun atau dalam kategori pelajar ( SMA ), Mahasiswa dan Pekerja
Muda yang belum pernah mengikuti pemilu.
1.8.Defenisi
Operasional
No
|
Variabel
penelitian
|
Indikator
|
No.
Item instrumen
|
1.
|
Budaya politik
|
·
Parokial
·
Kaula
·
Partisipan
|
1, 2, 3,
4, 5,
6, 7,
|
2.
|
Partisipasi pemilih pemula
|
·
aktif tanpa kekerasan
·
pemilu sebagai gerakan korupsi
·
anti money-politik
·
tidak mudah diekploitasi
·
tidak apatis
|
8
9
10
11
12
|
BAB II
Deskripsi Lokasi Penelitian
2.1.Struktur
Organisasi
![]() |
|||||||
|
|||||||
|
|||||||
|
|||||||
|
|||||||
![]() |
|||||||
|
2.2.Sejarah
Sekolah
swasta katolik Tri Sakti telah berdiri pada tanggal 28 september 1971 dibawah
yayasan keuskupan agung sigiopranoto (UAS) medan, yang hingga sekarang masih
berjaya dan dipimpin oleh kepala sekolah “Drs. Rafael Sitanggang M.si.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Bentuk penelitian
Penelitian
ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Sementara jenis penelitian
yang digunakan adalah dengan teknik proporsional. Penelitian ini tidak hanya
memberikan sekedar gambaran mengenai gejala sosial tertentu. Namun, juga
menjelaskan hubungan klausa antara variabel-variabel penelitian dan pengajuan
hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya. Penelitian ini dilaksanakan dengan
melakukan observasi yang mengambil sampel dari populasi dan menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpul data.
3.2. Lokasi penelitian
Penelitian
ini dilakukan di salah satu sekolah menengah atas (SMA) Swasta Katolik Tri
Sakti Medan. Karena peneliti melihat tingkat partisipasi politik pemilih pemula
dikota Medan. Selain itu, lembaga sekolah menengah atas (SMA) adalah salah satu
lembaga yang memberi pengaruh pendidikan bagi pemilih pemula dimana partisipasi
politik pemilih pemula dapat didorong oleh pendidikan politik dari sekolah
(misalnya berdemokrasi).
3.3. Populasi dan sampel
Dalam
penelitian ini diambil sebagai populasi adalah pemilih pemula disekolah
menengah atas (SMA) Swata Katolik Tri Sakti Medan yang memiliki hak suara.
Penetapan ini didasari oleh aturan atau undang-undang yang mengatur hak pilih
yaitu warga negara Indonesia yang memiliki usia diatas 17 tahun hingga 21 tahun
dalam kategori pemilih pemula. Dalam artian kata setiap masyarakat yang
memenuhi syarat untuk memilih dan terdaftar sebagai pemilih tetap. Karena
banyaknya populasi maka dalam penelitian ini ditarik sampel. Sampel adalah
sebagai wakil yang akan diteliti. Sampel dalam penelitian ini ditarik dengan
menggunakan teknik proporsional.
Tabel
I. Populasi
No.
|
Populasi
|
Jumlah
|
1.
|
Pria
|
20
|
2.
|
Wanita
|
118
|
Tabel
II. Usia
No.
|
Usia
|
Jumlah
|
1.
|
17 thn – 18 thn
|
117
|
2.
|
18 thn – 19 thn
|
21
|
Sampel
adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Peneliti mengutip pendapat
Arikunto (2006:134) yang menyatakan bahwa apabila subjeknya kurang dari 10,
lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi.
Tetapi jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10-50% atau 20-25%
atau lebih.
Sesuai
dengan pendapat diatas, dan mengingat penelitian itu lebih dari 100 orang dapat
diambil antara 20-25%, yaitu 25% dari jumlah keseluruhan populasi maka dapat
ditarik kesimpulan 25% dari 138 = 34,5 (35). Maka penelitian menggunakan teknik
yang bersifat proporsi yaitu populasi dengan hanya mengambil bagian atau
sebahagian sebagai perbandingannya yaitu yang terdiri dari 35 atau 40 orang.
3.4. Teknik pengumpulan data
Teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang
paling utama dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan
data. Tanpa data tidak dapat mengetahui standar data yang ditetapkan.
Adapun
langkah-langkah yang diperlukan untuk pengambilan data dalam penelitian, yaitu :
·
Membagikan kuesioner pilihan berganda
kepada pelajar yang terdiri dari 12 pertanyaan dengan item instrumentnya
menggunakan skala Likert dan mempunyai gradasi dari sangat positif sampai
sangat negatif yang berupa kata-kata antara lain :
a. Sangat
setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak
setuju
e. Sangat
tidak setuju
·
Mengumpulkan lembar kuesioner yang sudah
dikerjakan.
·
Memeriksa jumlah kuesioner yang sudah
dikerjakan.
Untuk
memperoleh data ada beberapa langkah yang dilakukan penelitian, yaitu :
·
Kuesioner tersebut perlu diperiksa
apakah valid/reniable
·
Dikatakan valid apabila kuesioner
benar-benar layak, kebijakan ini harus diuji dengan :
¨ Uji
statistik (Produck moment)
¨ Uji
reabilitas
3.5. Teknik analisis data
Adapun
langkah-langkah yang digunakan dalam menganalisis data adalah sebagai berikut :
·
Pemberian skor pada setiap pilihan dalam
kuesioner tersebut,
·
Pengujian apakah valid/reniable dengan
menggunakan uji statistik dengan rumusan product moment :

·
Hasil perhitungan product moment
dibandingkan “ r” tabel. Sedangkan uji reabilitas untuk menguji apakah
questioner itu reliabel/tidak. Dikatakan reliabel apabila terjadi konsistensi
jawaban. Untuk menguji reabilitas digunakan rumus.

Dimana
:
= reabilitas internal
seluruh instrument

rb= korelasi fearsun
antara gejala pertama dan kedua
·
Uji validitas dikatakan valid apabila : “
r hitung “ > “ r tabel “
Untuk
mengetahui adanya hubungan yang tinggi atau rendah antara kedua variabel
berdasarkan nilai “ r “ digunakan penafsiran, interprestasi sebagi berikut:
Tabel
III. Pedoman untuk memberikan interprestasi koefisien korelasi.
Interval koefisien
|
Tingkat pengaruh
|
0,00-0,119
|
Sangat rendah
|
0,20-0,399
|
Rendah
|
0,40-0,599
|
Sedang
|
0,60-0,799
|
Kuat
|
0,00-1000
|
Sangat kuat
|
Dengan
nilai r
y yang diperoleh, kita dapat melihat secara
langsung melalui tabel korelasi yang menguji apakah r yang kita peroleh itu
berarti signifikan atau tidak signifikan dapat diperoleh koefisien Determinan.

Teknik
ini digunakan untuk mengetahui berapa besarnya pengaruh variabel bebas terhadap
variabel teknikal, perhitungan dilakukan dengan menggunakan nilai koefisien
product moment person
x 100%.

Comments
Post a Comment